[Cerpen] Fantasya

Namaku Fantasya. Terdengar aneh? Aku juga tak tahu, mengapa kedua orang tuaku memilih nama ini untukku. Memang sih, ibuku adalah seorang penulis novel bergenre fantasi yang cukup terkenal. Ayah dan ibuku juga bertemu gara–gara ayah suka sekali dengan buku ibu dan bertemulah mereka untuk yang pertama kali di acara launching buku terbaru ibu. Mungkin untuk mengingat momen itulah, maka aku--anak pertama mereka--diberi nama Fantasya. Saudara dan teman dekatku biasa memanggilku Tasya. Aku bukan cewek populer. Tapi aku juga bukan tipe penyendiri. Aku mempunyai seorang sahabat dekat yang kukenal saat ospek di hari pertama kuliah. Maya namanya.
“Hei, Sya, mau kemana?“ tanya Maya yang mendadak muncul di sebelahku.
“Ke kantin, May. Mau ikut?“ Maya langsung mengangguk dan berjalan beriringan denganku. Langkahku terhenti di depan Hall. Disana tertata beberapa kursi dan sebuah panggung.
“Ada acara apa, May?“
“Itu, acara bulanan anak jurusan Musik. Mereka ngadain konser kecil-kecilan gitu.“
“Lihat sebentar, yuk.“
Kami pun duduk di bangku yang masih kosong. Semakin lama Hall menjadi semakin ramai. Bahkan ada beberapa orang yang berdiri di belakang deretan kursi yang mulai terisi penuh. Tak lama, muncullah seorang cewek yang duduk di depan piano dan mulai memainkan sebuah lagu yang cukup familiar. Ternyata lagu Someone Like You-nya Adele yang sedikit diaransemen olehnya. Wah, hebat juga. Lagunya jadi makin asik. Ternyata bukan itu saja, si cewek juga menyanyikan lagu tersebut. Wow, bagus juga ternyata penampilan anak jurusan Musik ini. Aku dan Maya asik menikmati penampilan demi penampilan. Sudah empat penampilan kami tonton, aku merasa sudah cukup dan hendak beranjak dari kursiku. Tapi aku terduduk kembali. Entah kenapa permainan piano kali ini terasa berbeda. Dia memainkan Moonlight Sonata-nya Beethoven. Aku tak terlalu mengenal lagu klasik, tapi entah mengapa, aku bisa terbawa emosi dari lagu yang dia mainkan. Rasanya aku sampai merinding merasakan emosi yang tercipta dari permainan piano itu.
“Sya, ga jadi udahan?“
“Satu lagi deh, May. Gila, yang ini permainannya keren banget deh.“ Pandanganku hanya tertuju pada si cowok yang bermain piano. Terhipnotis. Sayang wajahnya menyamping jadi aku tak bisa melihatnya dengan jelas.
Setelah si cowok memainkan ending lagu itu, dia bangkit berdiri, menghadap ke penonton dan memberi hormat. Wow, wajahnya menarik dan senyumnya menawan.
“Sya, itu Alfiano...”
“Alfiano siapa?“ Mataku masih tertuju pada si cowok yang sekarang sedang menuruni panggung.
“Itu yang barusan main piano. Namanya Alfiano, teman SMA-ku dulu.“

***

Tiga bulan berlalu sejak saat pertama aku menonton konser itu dan tiga kali pula aku tak pernah absen. Aku selalu menantikan permainan Alfiano. Entah mengapa, permainan pianonya selalu bisa membuatku terhanyut. Hal yang tak kudapatkan dari peserta lainnya.
“Tasya, sini deh. Ada yang mau aku kenalin ke kamu.“ Maya memanggilku dan aku pun segera berjalan kesana.
“Tasya, ini Alfiano. Fian, ini Fantasya. Tasya suka banget lho sama permainan pianomu sejak pertama dia denger. Tuh dia juga selalu nonton konser bulanan.“
“Alfiano.“
“Fantasya.“ Oh my god, aku benar-benar bertemu dengan Alfiano dan kami berkenalan, bersalaman juga! Rasanya aku ingin berteriak kegirangan. Alfiano tersenyum manis kepadaku. Aku tak ingin berkedip. Seakan takut, jika aku berkedip, dia akan menghilang dari hadapanku.
"Thanks, Fantasya, sudah nonton konser bulanan terus. By the way, nama kamu unik ya.“
“Sama-sama. Aku suka banget sama permainan pianomu. Hahaha, iya nih. Namaku begini gara-gara ibu adalah penulis novel fantasi. Namamu juga bagus kok. Cocok sama kamu.“
“Cocok gimana maksudnya?“
“Fiano. Dan kamu suka main piano. Hehehe. Maaf ya kalau aku sok tahu.“
“Ga kok. Lagi pula, tebakan kamu benar. Memang ayahku ingin anak-anaknya bisa bermusik. Jadilah aku diberi nama yang berasal dari kata piano dan dimodif. Hehehe.“
“Ehm. Kalian lupa ada aku disini?“ Maya bersuara.
Sorry, May. Hehehe,“ jawabku.
“Eh, aku pergi dulu ya. Thanks, May, sudah mengenalkanku pada Fantasya. Salam kenal juga, Fantasya.“ Alfiano berpamitan dan melambai ke arahku dan Maya. Kemudian ia berbalik dan berjalan pergi.
“Akhirnya, kenal juga tuh sama idolanya. Hahaha.“ Maya mulai menggodaku.
“ Apaan sih, May. But, thanks ya. Sudah membuatku berkenalan dengan Alfiano. Hehehe.“
What a perfect day!

***


Sejak aku berkenalan dengan Alfiano, kami selalu mengobrol setelah konser bulanan. Aku pun tetap tak pernah absen menonton Alfiano bermain. Uniknya, kami selalu saling memanggil nama panjang. Alfiano dan Fantasya. Tidak disingkat menjadi Fian dan Tasya. Aku senang dipanggil begitu olehnya. Kami menjadi lebih akrab. Kuakui aku mulai menyukainya. Bukan sekedar suka pada permainannya, tapi aku mulai meyukai sosok Alfiano yang ramah namun misterius.
Kesibukanku sekarang bertambah satu. Setiap ada waktu luang, tak kubiarkan pensil dan kertas dihadapanku menganggur. Kutorehkan garis demi garis hingga terbentuk sebuah sketsa wajah seseorang yang selalu memenuhi pikiranku. Ya, Alfiano. Ternyata perasaanku padanya sudah semakin membesar.
Alfiano adalah sosok yang ramah dan mudah bergaul. Tak heran dia mempunyai banyak teman. Tapi ada satu orang cewek yang kurasa cukup dekat juga dengan dia. Cewek ini suka bermanja-manja pada Alfiano. Namanya Finny. Aku kesal setiap melihat Finny mulai berbicara dengan suara manja kepada Alfiano. Tapi Alfiano tetap bersikap ramah seperti biasa, membuatku bertambah kesal. Kenapa sih dia terlalu ramah? Aku juga tak tahu apakah dia menyukai Finny? Yang pasti terlihat dengan jelas, Finny menyukainya.
Kalau sudah begini, aku ingin menumpahkan semua rasa yang mengganjal di hati. Bercerita kepada Maya atau menulis di blog-ku--fantasya.com. Aku suka menulis di blog. Namun akhir-akhir ini blog-ku banyak diisi dengan ungkapan kegalauanku. Aku tak pernah menuliskan dengan jelas makna tulisanku. Hanya tersirat saja. Nama Alfiano pun tak pernah kucantumkan di setiap tulisanku.
Hmmm, Maya sedang ada kelas. Jadi aku memutuskan untuk membuka blog-ku saja. Aku membuka laptop-ku dan mulai menuliskan ungkapan hatiku di blog.

Suatu hari langkahku terhenti
Kudengar dentingan piano klasik
Setiap nada yang terangkai
Entah mengapa menghanyutkan hati
Membuat waktu serasa terhenti
Pandangan mataku terfokus padanya
Sesosok pria dibalik nada nada indah
Wajahnya yang cerah membuatku tak mampu berkata
Senyumnya yang menawan membuatku tak mampu bernafas
Mister Piano,
Setelah ku kenal dirimu
Bukan hanya nadamu
Tapi juga sosokmu
Yang membuatku merindu

Setelah selesai segera kutekan tombol publish. Aku juga menyertakan foto sketsa wajahnya yang sengaja kubuat samar-samar supaya tidak mudah dikenali, kecuali orang yang benar-benar mengenal Fian.
Alfiano, kali ini aku hanya bisa mencurahkan isi hatiku di blog. Tapi semoga saja aku bisa mencurahkannya langsung padamu, entah kapan.

***

Sudah hampir satu tahun sejak pertama kali aku mengenal Alfiano. Hubungan kami berjalan baik. Ya, sebatas teman sharing saja. Sampai saat ini, dia tak tahu bagaimana perasaanku padanya. Gosip yang beredar, Finny sudah semakin gencar mendekati Alfiano. Aneh rasanya kalau dia tidak menyadari perhatian berlebih dari Finny. Tapi mengapa dia hanya menurut saja? Apakah dia menyukai Finny? Segera kuhentikan pikiranku. Hatiku terasa sakit.
Saat aku sedang asik duduk di taman sambil membuat sketsa wajah Alfiano, seseorang mengagetkanku.
“Hey, Tasya! Kau tahu tidak, aku dan Fian sebentar lagi akan resmi berpacaran. Jadi, tolong kau jangan berani-berani merayu Fian-ku!“
Aku kaget. Buru-buru kusembunyikan sketsa yang sedang kubuat. “Apa maksudmu, Fin? Aku tak pernah merayu Fian. Bukankah kau yang sering bermanja-manja padanya? Menjijikan.“
“Apa katamu? Wajar saja dong aku bermanja padanya. Fian kan pacarku. Sedangkan kau siapa? Si buruk rupa yang tidak populer dan mengemis perhatian dari pangeranku.“
“Pacar? Hahahaha. Orang seramah Fian mana mau dengan cewek segalak kau yang tidak bisa menjaga ucapannya sendiri. Kasar!“
PLAKKK!!
Aw. Pipiku memerah. Bukan karena malu, tapi karena tamparan Finny.
“Jangan pernah bermimpi kau bisa dekat dengan Fian-ku! Besok di kantin, aku akan menyatakan perasaanku pada Fian. Kau bisa kok datang dan melihat saat-saat kami akan resmi berpacaran.“
Finny meninggalkanku. Aku masih mengusap pipiku yang sakit akibat tamparannya. Kalau dipikir-pikir lagi, ucapanku tadi juga kelewatan. Memang kenyataannya kan Finny dekat dengan Alfiano, walaupun aku sering merasa muak melihatnya bermanja-manja di depan umum pada Alfiano. Sebenarnya, aku memang takut Alfiano dan Finny benar-benar berpacaran. Tapi karena emosi, aku malah berkata seperti tadi. Pipiku mulai basah. Aku menangis dalam diam.
Ah, Alfiano. Kenapa sih dia begitu misterius? Ramah dan tersenyum pada semua orang. Aku tak tahu apakah dia benar-benar menyukai Finny? Atau jangan-jangan dia sudah punya cewek lain? Tak ada yang tahu.
BLIP. Ada e-mail masuk. Ternyata itu adalah notifikasi bahwa ada seseorang yang berkomentar di blog-ku. Segera kubuka blog-ku dan mulai membaca komen baru itu. Ternyata tulisanku tentang Alfiano yang dikomentari.
‘wow, sungguh ungkapan hati yang tertulis dengan indah. Nice! –fn-‘
Tak kusangka ada yang membaca dan memuji tulisanku. Blog-ku ini kan tidak pernah kusebarkan pada teman-temanku. Ah, mungkin saja orang lain yang tidak sengaja sampai ke blog ini. Kuketikkan balasan komen itu. Setelah itu, kubaca ulang isi post-ku. Ah, aku jadi kangen pada Alfiano.

***


Besoknya, di kantin, terjadilah kehebohan. Ternyata Finny mau menyatakan perasaannya pada Alfiano! Rasanya aku ingin kabur dari kantin. Tapi aku penasaran juga, apakah dia akan menerima Finny?
Finny berjalan ke tengah kantin, mengajak Alfiano tentunya. Finny mengeluarkan secarik kertas dan kemudian membacakannya.
“Fian, aku nulis ini khusus buat kamu sebagai ungkapan perasaanku ke kamu,“ ucap Finny.
“ Suatu hari langkahku terhenti... Kudengar dentingan piano klasik…. “
Rasanya aku familiar dengan kalimat-kalimat itu. Hmmm. Kudengar lanjutannya dan mendadak aku tersentak. Astaga! Itu kan tulisan buatanku yang kutulis di blog. Mengapa Finny bisa mendapat tulisan itu dan mengaku sebagai buatan dia ya? Jangan-jangan fn itu…
Kulihat Alfiano hanya tersenyum tipis selama Finny membaca tulisan di kertas itu. Tulisanku! Harusnya Alfiano tersenyum padaku, bukan pada Finny. Kepalaku mendadak mulai berdenyut. Wajahku memucat. Aku berusaha menerobos kerumunan di kantin. Aku ingin segera keluar dari tempat ini. Samar-samar aku masih mendengar percakapan Finny dan Alfiano.
“Fian, mau kah kau menjadi pacarku?“ tanya Finny.
“Konser bulanan. Akan kuberi jawabanku disana.“

***


Sejak kejadian itu, aku selalu menghindari Alfiano. Aku tak berani bertemu dengannya. Mungkin dia menyadari itu. Atau mungkin tidak? Ah, aku capek menahan perasaanku terus. Tak terasa hari ini adalah hari diadakannya konser bulanan. Aku ingin hadir seperti biasanya. Tapi aku tak sanggup jika harus melihat Alfiano membalas perasaan Finny.
Terdengar suara ramai dari Hall. Ternyata konser bulanan sudah dimulai. Aku malas untuk datang kali ini. Aku pun hanya berdiam diri di taman. Tapi perasaanku menjadi semakin gelisah. Antara ingin datang atau tidak. Satu jam berlalu, kuputuskan melangkahkan kaki menuju ke Hall. Ternyata Alfiano belum tampil. Astaga, apakah aku benar-benar harus melihat mereka resmi berpacaran? Cairan bening di mataku mendesak ingin keluar. Kutahan sebisaku. Aku duduk di kursi paling belakang sambil setengah menutup wajahku. Setelah ini giliran Alfiano tampil. Perasaanku menjadi campur aduk.
“Hari ini, aku--Alfiano--akan memainkan sebuah lagu ciptaanku sendiri. Lagu ini kudedikasikan untuk seseorang yang sangat berarti untukku.“
Saat Fian mengucapkan kalimat itu, kulihat Finny yang duduk di bangku depan sontak melompat kegirangan. Hatiku makin miris melihatnya. Namun segera kutepis perasaan itu. Aku ingin menikmati permainannya dulu. Fian mulai menyanyi diiringi dentingan pianonya.

Every night and day, my mind is full of you
A perfect girl for me, but I know you’re not real
I wished I’ll meet you, someday in real world
You’re the girl in my fantasy, would you be my girl?

You’re my fantasy, always on my mind
You’re my fantasy, my dear perfect one
And you come to me, I hope it’s not a dream
I’ll tell you how I love you
My girl… My fantasy…

Someday a girl come to me
And she’s like in my fantasy
I want to make her always here
With me…

You’re my fantasy, always on my mind
You’re my fantasy, my dear perfect one
And you come to me, I hope it’s not a dream
I’ll tell you how I love you
My girl… My fantasy…

Rasanya detak jantungku hampir terhenti. Nafasku sesak. Tenggorokanku kering. Aku menegang. Lagu ini, lagu ciptaan Alfiano. My Fantasy. Astaga! Mungkinkah ini…
Alfiano selesai memainkan lagu ciptaannya. Alih-alih turun dari panggung, dia mengambil mic dan mulai berbicara. “Fantasya, would you be my girl?“ Dia meletakkan mic-nya dan berjalan turun dari panggung. Dan aku baru sadar, ternyata dia berjalan kearahku! Keringat dingin mulai membasahi keningku. Aku gugup.
“Fantasya, aku tahu yang menulis tulisan tentang Mister Piano itu adalah kau, bukan Finny. Kau tahu, aku selalu rajin membaca tiap post di blog-mu.“
Aku terpana mendengar pengakuannya. Jadi selama ini dia sudah tahu? Aku menghambur ke pelukannya. Air mataku tak dapat lagi kubendung. Aku sungguh terharu. Kubisikan sebuah kalimat di telinganya.
“ Alfiano, I’m your Fantasya. ”
###


Written : 7 Mei 2012

Pernah dipublikasikan di http://www.wattpad.com/5472964-fantasya

0 cuap-cuap:

Posting Komentar

Copyright © 2012 Imagination and LifeTemplate by : UrangkuraiPowered by Blogger.Please upgrade to a Modern Browser.