[Novel] Surat Untuk Sang Gitaris - Chapter 1

Satu – Sebuah Permulaan

Pagi ini suasana di Universitas Indonesia Jaya ramai dengan mahasiswa-mahasiswa baru. Ya, ini adalah awal ajaran baru. Setelah satu minggu masa orientasi, akhirnya mereka resmi menjadi mahasiswa UNIJAYA. Tampak Rey berjalan tergesa-gesa. Waktu sudah menunjukan pukul 7.50, 10 menit lagi kelas pertamanya akan dimulai. Rey berjalan seraya membuka notesnya--memastikan ruang mana yang menjadi kelasnya.
Tepat di sebuah belokan, Rey tidak sengaja menabrak seseorang. Brukk. Notesnya terlempar, begitu juga beberapa lembar kertas milik orang yang ditabraknya. Tiba-tiba terdengar suara orang itu mengaduh kesakitan.
“Aduh, kepala gue!” teriak suara itu. Ternyata suara seorang cewek. Rey refleks mendongakkan kepalanya untuk melihat asal suara itu.
“Kepala lo nggak apa-apa?” tanya Rey sambil mengelus kepalanya sendiri yang tanpa sengaja berbenturan dengan kepala cewek itu.
“Masih sakit nih,“ jawab si cewek sambil membereskan kertas-kertasnya yang tadi tersebar. Rey sendiri malah asik memperhatikan si cewek. Wajahnya yang menahan sakit ditambah raut panik sambil mengumpulkan kertas-kertasnya membuat Rey tertawa kecil.
“Kenapa malah tertawa? Gegar otak ya gara-gara kebentur?“ kata si cewek dingin.
“Emm..” Rey bingung mau menjawab apa. Belum sempat dia berkata-kata, si cewek sudah menyerahkan notesnya dan melenggang pergi.
“ Tuh buku lo,” kata si cewek seraya menjauh.
“Tungguuuu! Lo beneran nggak kenapa-kenapa?“ tanya Rey setengah berteriak. Namun tidak ada jawaban dari si cewek itu. Rey pun hanya bengong melihat kepergian si cewek itu. Betapa dinginnya dia. Bahkan Rey belum sempat mengucapkan kata maaf padanya.
Rey tiba-tiba tersadar. Astaga, sudah jam 8 tepat! Masa dia harus terlambat di hari pertama dan kelas pertamanya? Rey pun setengah berlari menuju ruang kelasnya.

***


Rey sampai di depan sebuah ruang kelas yang dia yakini adalah kelasnya. Tapi kenapa tampak sepi ya, dan pintu ruang kelas juga tertutup. Apa jangan-jangan kelas sudah dimulai? Rey bingung. Dia mencoba membuka pintu ruang kelas, tapi nihil. Ternyata pintu itu terkunci. Wah, apa jangan-jangan si dosen punya kebiasaan mengunci pintu agar yang terlambat tidak bisa masuk ya? Rey bingung. Tiba-tiba ada sebuah suara, yang sepertinya si pemilik suara itu bicara pada Rey.
“Hei, lo anak IT 2012 ya, yang mau mata kuliah pak Erwin? Kelas ditiadakan, pak Erwin sedang ada perlu di luar kota,” kata si pemilik suara.
Rey menoleh. Ternyata ada dua orang cowok, berkulit kecoklatan. Yang satu mengenakan kaos biasa dan yang satunya lagi mengenakan baju batik. Wow, di jaman seperti ini, di kota besar seperti ini, ternyata ada juga ya yang masih mau pakai batik untuk pakaian sehari-hari, pikir Rey. Rey sendiri merasa enggan memakai baju batik jika tidak untuk acara tertentu.
“Eh, iya, gue anak IT 2012. Kalian juga?” tanya Rey.
“Iya, kita juga. Kenalin, gue Putra, ini Arya, ” kata cowok yang pake kaos. Oh, ternyata yang pakai batik itu namanya Arya.
“Gue Reynard, panggil Rey aja.” Mereka bertiga pun saling bersalaman.
“Rey, lo mau kemana? Ada kelas lagi?“ tanya Arya.
“Masih nanti sih, jam 1 siang. Bingung mau nunggu dimana,” jawab Rey.
“Ikut kita aja ke kantin, kita berdua nanti ada kelas jam 11,” ajak Putra. Akhirnya, Rey, Arya dan Putra pun berjalan bersama menuju ke kantin .
Saat itu kantin belum terlalu ramai, mungkin karena masih pagi, belum ada jam 9. Mereka bertiga pun mengobrol tentang masa SMA mereka, bagaimana mereka masuk ke universitas ini dan masih banyak lagi obrolan ringan lainnya.
Rey berasal dari kota Jakarta. Dia memutuskan berkuliah di kota Bandung karena merasa sudah bosan dengan kepadatan kota Jakarta. Dia ingin merasakan hidup mandiri di kota lain. Rey mempunyai dua orang adik, Robert dan Roger, yang masih duduk di bangku SMA. Sedangkan Arya dan Putra berasal dari Yogyakarta. Mereka berdua adalah teman sejak SD. Namun pada saat SMA mereka berdua sama-sama masuk ke SMA di kota Bandung dan kemudian sama-sama melanjutkan studi di Unijaya.
Tak terasa sudah hampir dua jam mereka mengobrol. Arya dan Putra pun pamit karena mereka ada kelas pukul 11. Tinggallah Rey sendirian di kantin. Tidak benar-benar sendirian, karena ternyata kantin sudah menjadi semakin ramai. Tiba-tiba ada dua orang cewek mendekat ke meja Rey.
Sorry, boleh gabung disini nggak? Meja lain sudah penuh semua,” tanya cewek yang berambut ikal panjang. Di sebelahnya ada cewek lain, berambut pendek sebahu, dan menatap Rey penuh harap.
“Silahkan aja, kebetulan kursi-kursi ini kosong kok,” jawab Rey.
“Lo jurusan apa, angkatan berapa?” tanya si cewek rambut sebahu --seraya duduk di kursi yang masih kosong. Kebetulan meja yang ditempati Rey ada empat kursi dan saat itu sedang kosong tiga kursi.
“IT 2012. Kalian?”
“Industri 2011,” jawab si cewek rambut sebahu itu lagi. Kemudian dua cewek itu sibuk berbisik-bisik dan tertawa kecil. Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Rey sempat sedikit menangkap  beberapa kata dalam obrolan mereka.
‘Wah, brondong tuh, La,’ kata cewek rambut sebahu, yang kemudian diikuti suara tawa malu-malu dari cewek rambut ikal panjang sambil sesekali melirik kearah Rey.
Tiba-tiba handphone Rey bergetar. Pesan dari Christie.
From : Christina
Rey, lo di kampus? Dimananya?
Reeeyyyy.
Bales dong, Rey, buruaaaann.
Ga sabaran banget sih nih cewek, pikir Rey.
From : Reynard
Di kantin teknik nih.
From : Christina
Gue susul kesana ya.
Tunggu gue!

Rey menghela nafas panjang. Christina atau biasa dipanggil Christie adalah teman satu SMA-nya. Saat mereka kelas 3 SMA mereka menjadi semakin dekat. Rey tahu Christie menyukainya. Tapi dia belum bisa membalas perasaan Christie. Dia belum yakin dengan perasaannya sendiri. Rasanya ia masih ingin sendiri, belum ingin mengubah status single-nya. Christie dan Rey akhirnya sama-sama ke Bandung dan masuk di universitas yang sama, hanya saja Christie mengambil jurusan Akuntansi. Rasanya Christie semakin menempel saja pada Rey. Kadang, Rey merasa capek meladeni Christie, tapi dia tidak tega menolak ajakan-ajakan Christie.
Rey memutuskan memesan segelas es jeruk lagi. Dia tinggalkan tasnya di meja begitu saja dan berjalan kearah tempat pemesanan minum. Jaraknya tidak jauh ini dari meja dia, biar deh tas nya ditinggal saja, daripada nanti kursinya terlanjur ditempati oleh orang lain, pikir Rey.
Beberapa menit kemudian, Rey kembali ke kursinya. Dua cewek di sebelahnya masih saja berbicara pelan sambil tertawa-tawa. Sesekali si cewek rambut panjang meliriknya takut-takut. Pikiran ge-er Rey berkata, jangan-jangan mereka berdua sedang membicarakan dirinya. Ah tidak mungkin, langsung ditepisnya pikiran ge-ernya itu.
“Btw, nama lo siapa?“ tanya si cewek rambut sebahu.
“Reynard,“ jawab Rey singkat sambil tersenyum.
“Gue Riska dan dia Nila,“ kata si cewek rambut sebahu yang ternyata bernama Riska. Nila hanya tersenyum malu-malu. Rey balas tersenyum pada Riska dan Nila. Kemudian Riska dan Nila --entah apa maksudnya-- malah saling sikut menyikut. Rey heran dengan tingkah mereka berdua. Akhirnya Riska lagi yang memulai obrolan. Menanyakan hal-hal ringan seperti tinggal dimana, bagaimana ospek kemarin dan masih banyak lagi. Rey menjawabnya tanpa berniat bertanya balik kepada Riska dan Nila.
Tak lama kemudian muncullah Christie.
“Reeeeyy, gue cariin daritadiii. Duh, ini kantin penuh banget sih, gue sampe susah nemuin lo disini,“ kata Christie seraya duduk di kursi di hadapan Rey. Riska dan Nila terdiam memperhatikan kedatangan Christie.
“Eh, Rey, siapa mereka berdua?“ tanya Christie tanpa menoleh kearah Riska dan Nila. Riska dan Nila jadi sedikit kesal melihat kedatangan Christie.
“Oh, anak Industri 2011, kebetulan aja enggak dapat kursi dan kursi di sebelah gue ini kan kosong,“ jawab Rey malas-malasan.
“Oh, kirain siapa,“ kata Christie tanpa memperdulikan kehadiran Riska dan Nila. Riska sedikit terpancing emosinya, setelah belum puas bertanya-tanya mengenai diri Rey, malah datang junior yang tidak memperdulikannya. Mengganggu saja, pikir Riska.
“Sopan dikit dong sama senior!“ kata Riska dengan nada suara sedikit meninggi.
“Sudah, Ris, enggak usah dipeduliin, bahas yang lain aja yuk,“ kata Nila menenangkan. Padahal dalam hatinya, dia sedikit kecewa belum sempat mendapatkan nomor telepon Rey. Christie hanya cuek saja dan terus berbicara pada Rey dengan nada suara yang manja. Rey merasa gerah dengan situasi ini.
“Christie, gue mau ke kamar kecil dulu, titip tas ya.“ Rey pun berjalan menuju kamar mandi di sudut kantin.
Ketika Rey kembali dari kamar mandi, tampak Christie sedang menikmati makanan pesanannya yang sudah datang. Dan sosok Riska dan Nila sudah tidak ada disana.
“Kemana mereka berdua?“ tanya Rey dan dijawab Christie hanya dengan mengangkat bahunya, tanda dia tidak tahu menahu.

***

            Akhirnya Rey keluar dari ruang kelasnya. Kelas pertamanya hari itu cukup menyenangkan sehingga selama tiga jam di kelas pun tidak terasa. Rey melirik jam tangannya. Jarum jam menunjukkan bahwa saat ini sudah pukul lima sore. Rey mendongakkan kepalanya, ia dapat melihat langit diatasnya yang berwarna jingga dan sebagian ditutup awan gelap. Rey masih malas pulang. Ia memutuskan berjalan-jalan sebentar melihat kampus barunya.
            Kaki Rey pun berhenti di sebuah taman dengan phon besar di tengahnya dan beberapa bangku di sekeliling pohon tersebut. Taman itu tampak sejuk dengan banyak bunga dan pohon kecil di beberapa sudut dan sebagian taman tertutup oleh bayangan dari sebuah gedung. Rey melihat kearah gedung tersebut. Gedung empat lantai dan berwarna kuning pucat. Tidak salah lagi ini adalah gedung Hukum, dan itu berarti taman ini adalah taman Hukum.
            Rey memutuskan melangkah dan duduk di salah satu bangku yang ada. Suasana saat itu cukup sepi. Mungkin karena sudah sore hari dan banyak anak yang sudah pulang. Rey meletakkan tasnya di sampingnya. Ia mulai mereggangkan badannya sejenak. Suasana di taman itu cukup membuatnya nyaman, ia rasa, ia akan betah berlama-lama di tempat ini.
Rey merasa tenggorokannya kering. Ia baru ingat, terakhir kali ia minum adalah siang tadi. Pantas saja rasanya tidak enak. Rey melihat ke sekelilingnya. Pandangannya tertuju pada tiga orang yang berada di ujung lorong menuju gedung Hukum. Tiga orang itu sedang membereskan barang-barang yang ada di sebuah meja. Ada snack, coklat, roti... dan ada air mineral! Lalu datang seseorang yang mengambil sebuah roti dan memberikan uang kepada salah satu dari tiga orang itu. Tak salah lagi mereka pasti sedang berjualan. Dan sepertinya mereka sedang membereskan dagangannya. Rey pun langsung berlari ke arah tiga orang tersebut sebelum mereka benar-benar memasukkan semua dagangannya dan pergi.
“Maaf. Hosh.. Hosh.. Bisa gue beli air minumnya? Hosh.. Hosh.. Hosh..,” kata Rey sambil terengah-engah karena berlari. Spontan, tiga orang tadi menghentikan aktifitasnya dan menoleh pada Rey.
“Emm, maaf gue ngagetin kalian ya?” Dipandangi oleh tiga orang itu, Rey salah tingkah.
“Oh, sorry. Nggak kok. Lo mau beli ini? Tiga ribu aja,” ucap salah seorang dari tiga orang itu --cowok berambut agak panjang sebahu dan bergelombang— seraya menyodorkan sebotol air mineral pada Rey.
Rey menyodorkan tiga lembar uang seribuan dari saku jaketnya dan mengambil botol yang disodorkan oleh cowok tadi. “Thanks ya.”
“You’r welcome.”
Rey segera membuka segel dari tutup botol tersebut dan segera meminumnya hingga tersisa dua per tiganya saja. Seketika Rey mendengar suara seseorang tertawa pelan. Ia segera menoleh dan mendapati salah seorang dari tiga orang itu –kali ini cewek dengan rambut dikuncir ekor kuda yang mengenakan tanktop dan kemeja yang dibiarkan terbuka- sedang memandang dirinya sambil tertawa pelan.
“Ada yang aneh dari gue?” tanya Rey kebingungan.
“Eh, nggak kok, lo lucu aja, kayak orang belom pernah ketemu sama air minum! Ahahaha.” Cewek itu tertawa lagi. Rey tersenyum malu karena baru menyadari dirinya yang terlalu bersemangat untuk membasahi temggorokannya. Setelah pamit pada tiga orang tadi dan mengucapkan terima kasihnya sekali lagi, Rey berbalik dan berniat untuk pulang.
Rey baru sadar bahwa ia meninggalkan tasnya begitu saja di taman. Astaga! Bagaimana ia bisa seceroboh itu sih. Rey segera berlari kembali ke tempat dimana ia meninggalkan tasnya. Baru saja kakinya melangkah ke rerumputan, ia mendengar sebuah suara nyanyian. Suara yang merdu dan bernada tinggi. Rey memperlambat langkahnya untuk melihat suara siapa itu. Rey melihat seorang cewek berambut pirang sepunggung sedang menyanyikan sebuah lagu yang belum pernah ia dengar sebelumnya. Tiba-tiba cewek itu berhenti menyanyi dan menoleh padanya.
“Rey!” teriak cewek itu dengan wajah terkejut.
“Lo...” Rey memandangi wajah cewek itu sambil mengingat-ingat.
“Rey, kok lo tega sih, masa baru seminggu juga lo udah lupa sama gue,” kat cewek itu sambil merajuk. “Gue Mey..”
“Oh iya, lo Meli kan,” potng Rey bersemangat, seperti baru saja berhasil menyelesaikan teka-teki sulit.
“Lebih tepatnya Mey-Li-Sa. Jangan seenaknya sebut nama gue salah-salahan dong,” Mey cemberut. Namanya Meylisa, dan orang sering asal saja menyebutnya Melisa dengan menghilangkan huruf Y yang ada.
“Sorry, sorry, Meylisa. Gue inget kok  lo itu temen satu regu gue kan. Rambut lo kenapa jadi pirang gini sih?”
“Panggil gue Mey aja ya, Rey. Iya, habis ospek gue langsung semir rambut gue. Bagus nggak, Rey,” kata Mey sambil tersenyum cerah.
“Cocok kok sama lo, cuma gue jadi ga ngenalin lo aja tadi, hehehe. Lo ngapain disini?”
“Gue lagi nunggu temen gue nih dan gue nemu tas ini tadi.” Rey melihat ke sebuah tas berwarna hitam yang ada di samping Mey.
“Oh iyaaa, itu kan tas gue. Tadi gue buru-buru sampai lupa sama tas gue. Thanks ya udah dijagain.”
“Dasar lo ceroboh banget jadi orang!” Mey tertawa. Rey pun ikut tertawa. Selain tasnya, Rey melihat sebuah gitar disana.
“Lo bisa main gitar, Mey?”
“Nggak kok. Ini gitar temen gue, tadi dia nitip ke gue.”
“Oh gitu. Boleh gue pinjem nggak gitarnya?”
“Boleh. Lo bisa main gitar?” Rey tak menjawab. Dia langsung memetik gitar tersebut dan mengalunlah sebuah lagu, Close To You –lagu favoritnya. Mey memperhatikan permainan gitar Rey. Di wajahnya tampak bahwa ia kagum dengan apa yang dimainkan Rey. Baru satu bait dan satu reff, Rey sudah berhenti.
“Kok berhenti, Rey?” Dari nada bicaranya, tampak bahwa Mey belum puas mendengar permainan Rey tadi
“Nggak apa-apa sih. Lo sambil nyanyi dong, Mey. Gue tadi denger lho, suara lo bagus banget, lembut didenger.”
“Ah, lo bisa aja Rey. Bisa aja tau suara gue.” Pipi Mey bersemu merah. Ia merasa sosok Rey tampak sangat keren dan romantis saat sedang bermain gitar seperti ini. Beda sekali auranya saat ia sedang fokus memainkan jarinya pada senar-senar gitar. Rey tak bersuara lagi. Yang ada hanyalah intro dari lagu Close To You, dan Mey pun bersiap untuk bernyanyi. Sungguh pertunjukan yang menarik dan indah saat senja di sebuah taman yang cukup sepi.
Satu lagu pun selesai mereka bawakan. Bertepatan dengan akhir dari ending lagu yang Rey mainkan, terdengar suara tepuk tangan yang cukup keras. Sontak keduanya menoleh ke asal suara. “Wow, konser kalian bagus juga.”
“Kak Devon!” Pipi Mey memerah lagi.
“Eh, lo...” Ternyata orang itu adalah cowok berambut bergelombang sebahu yang tadi menjual air minum pada Rey.
“Hai. Ketemu lagi kita. Gue Devon. Lo temennya Meli?” Devon mengulurkan tangannya dan langsung disambut oleh Rey.
“Gue Rey. Gue temen satu regu ospeknya Mey.”
“Oh kalian seangkatan ya? Gue udah angkatan 2010. Tapi panggil gue Devon aja ya, gue nggak suka dipanggil pake sebutan ‘kak’,” kata Devon sambil memberi penekanan pada kata ‘kak’ dan melirik ke arah Mey.
“Kak Devon apaan sih gitu amat.” Mey cemberut.
“Huahaha, lucu banget sih lo, Mel. Iya-iya, lo boleh manggil gue apapun yang lo mau kok.” Devon mengacak rambut Mey. Dan lagi-lai pipi Mey merona merah.
“Keren juga permainan gitar lo. Mau nggak kapan-kapan kita ngejam bareng?”
“Wah, boleh tuh, Von. Ajak-ajak gue ya jangan lupa.” Rey senang sekali. Ia senang jika bisa kembali bermain musik dan kali ini bersama teman-teman yang baru ia kenal.
Hari sudah mulai gelap. Rey pun berpamitan pada Mey dan Devon. Ia ingin segera membeli makanan dan pulang ke kosnya. Rasanya hari ini adalah hari yang panjang untuk Rey. Banyak pengalaman dan banyak teman yang ia dapatkan hari ini.

***

0 cuap-cuap:

Posting Komentar

Copyright © 2012 Imagination and LifeTemplate by : UrangkuraiPowered by Blogger.Please upgrade to a Modern Browser.